Kisah nyata yang akan membuat setiap
orang terharu setelah membacanya ini saya dapatkan dari sebuah notes di
facebook bernama Rina Amalina, semoga dapat menjadi pelajaran bagi kita semua
terutama bagi kaum hawa yg sudah berkeluarga. Saya memberanikan diri untuk
sharing tulisan ini disini karena di notes tersebut tertulis :

Jadi atas dasar itu saya mencoba
untuk membantu sharing disini, syukur2 teman2 disini juga akan melakukan
sharing di tempat laen dan tetap tanpa lupa etika dalam melakukan sharing
terhadap tulisan orang lain adalah memberikan sumbernya. Berikut kisahnya :
Ini adalah kisah nyata di
kehidupanku. Seorang suami yg kucintai yang kini telah tiada. Begitu besar
pengorbanan seorang suamiku pada keluargaku. Begitu tulus kasih sayangnya
untukku dan anakku.
Suamiku adalah seorang pekerja
keras. Dia membangun segala yang ada di keluarga ini dari nol besar hingga
menjadi seperti saat ini. Sesuatu yang kami rasa sudah lebih dari cukup.
Aku merasa sangat berdosa ketika
teringat suamiku pulang bekerja dan aku menyambutnya dengan amarah, tak
kuberikan secangkir teh hangat melainkan kuberikan segenggam luapan amarah.
Selalu kukatakan pada dia bahwa dia tak peduli padaku, tak mengerti aku, dan
selalu saja sibuk dengan pekerjaannya.
Tapi kini aku tahu. Semua ucapanku
selama ini salah dan hanya menjadi penyesalanku karena dia telah tiada.
Temannya mengatakan padaku sepeninggal kepergiannya. Bahwa dia selalu
membanggakan aku dan anakku di depan rekan kerjanya.
Dia berkata, “ setiap kali kami ajak
dia makan siang, mas anwar jarang sekali ikut kalau tidak penting sekali,
alasannya slalu tak jelas. Dan lain waktu aku sempat menanyakan kenapa dia
jarang sekali mau makan siang, dia menjawab, “ aku belum melihat istriku makan
siang dan aku belum melihat anakku minum susu dengan riang, lalu bagaimana aku
bisa makan siang.”
Saat itu tertegun, aku salut pada
suamimu. Dia sosok yang sangat sayang pada keluarganya. Suamimu bukan saja
orang yang sangat sayang pada keluarga, tapi suamimu adalah sosok pemimpin yang
hebat. Selalu mampu memberikan solusi-solusi jitu pada perusahaan.”
Aku menahan air mataku karena aku
tak ingin menangis di depan rekan kerja suamiku. Aku sedih karena saat ini aku
sudah kehilangan sosok yang hebat. Teringat akan amarahku pada suamiku, aku
selalu mengatakan dia slalu menyibukkan diri pada pekerjaan, dia tak pernah
peduli pada anak kita.
Namun itu semua salah. Sepeninggal
suamiku. Aku menemukan dokumen2 pekerjaannya. Dan aku tak kuasa menahan tangis
membaca di tiap lembar di sebuah buku catatan kecil di tumpukan dokumen itu,
yang salah satunya berbunyi:
“ Perusahaan kecil CV. Anwar
Sejahtera di bangun atas keringat yang tak pernah kurasa. Kuharap nanti bukan
lagi CV.Anwar Sejahtera, melainkan akan di teruskan oleh putra kesayanganku
dengan nama PT. Syahril Anwar Sejahtera.
Maaf nak, ayah tidak bisa
memberikanmu sebuah kasih sayang berupa belaian. Tapi cukuplah ibumu yang
memberikan kelembutan kasih sayang secara langsung. Ayah ingin lakukan seperti
ibumu. Tapi kamu adalah laki-laki. Kamu harus kuat. Dan kamu harus menjadi
laki-laki hebat. Dan ayah rasa, kasih sayang yang lebih tepat ayah berikan
adalah kasih sayang berupa ilmu dan pelajaran.
Maaf ayah agak keras padamu nak.
Tapi kamulah laki-laki. Sosok yang akan menjadi pemimpin, sosok yang harus kuat
menahan terpaan angin dari manapun. Dan ayah yakin kamu dapat menjadi seperti
itu.”
Membaca itu, benar2 baru kusadari
betapa suamiku menyayangi putraku, betapa dia mempersiapkan masa depan putraku
sedari dini. Betapa dia memikirkan jalan untuk kebaikan anak kita.
Setiap suamiku pulang kerja. Dia
selalu mengatakan, “ ibu capai? istirahat dulu saja”. Dengan kasar kukatakan,
“ya jelas aku capai, semua pekerjaan rumah aku kerjakan. Urus anak, urus
cucian, masak, ayah tahunya ya pulang datang bersih.titik.”
Sungguh, bagaimana perasaan suamiku
saat itu. Tapi dia hanya diam saja. Sembari tersenyum dan pergi ke dapur
membuat teh atau kopi hangat sendiri. Padahal kusadari. Beban dia sebagai
kepala rumah tangga jauh lebih berat di banding aku. Pekerjaannya jika salah
pasti sering di maki-maki pelanggan. Tidak kenal panas ataupun hujan dia jalani
pekerjaannya dengan penuh ikhlas.
Suamiku meninggalkanku setelah
terkena serangan jantung di ruang kerjanya, tepat setelah aku menelponnya dan
memaki-makinya. Sungguh aku berdosa. Selama hidupnya tak pernah aku tahu bahwa
dia mengidap penyakit jantung. Hanya setelah sepeninggalnya aku tahu dari
pegawainya yang sering mengantarnya ke klinik spesialis jantung yang murah di
kota kami.
Pegawai tersebut bercerita kepadaku
bahwa sempat dia menanyakan pada suamiku.
“Pak kenapa cari klinik yang
termurah? saya rasa bapak bisa berobat di tempat yg lebih mahal dan lebih
memiliki pelayanan yang baik dan standar pengobatan yang lebih baik pula”
Dan suamiku menjawab, “tak usahlah
terlalu mahal. Aku hanya ingin tahu seberapa lama aku dapat bertahan. Tidak
lebih. Dan aku tak mau memotong tabungan untuk hari depan anakku dan
keluargaku. Aku tak ingin gara-gara jantungku yang rusak ini mereka menjadi
kesusahan. Dan jangan sampai istriku tahu aku mengidap penyakit jantung. Aku
takut istriku menyayangiku karena iba. Aku ingin rasa sayang yang tulus dan
ikhlas.”
Ya Robb..Maafkan hamba-Mu Ya Allah,
hamba tak mampu menjadi istri yang baik. Hamba tak sempat memberikan rasa
sayang yang pantas untuk suami hamba yang dengan tulus menyayangi keluarga ini.
Aku malu pada diriku. Hanya tangis
dan penyesalan yang kini ada. Saya menulis ini sebagai renungan kita bersama.
Agar kesalahan yang saya lakukan tidak di lakukan oleh wanita-wanita yang lain.
Karena penyesalan yang datang di akhir tak berguna apa-apa. Hanyalah penyesalan
dan tak merubah apa-apa.
Banggalah pada suamimu yang
senantiasa meneteskan keringatnya hingga lupa membasuhnya dan mengering tanpa
dia sadari.
Banggalah pada suamimu, karena
ucapan itu adalah pemberian yang paling mudah dan paling indah jika suamimu
mendengarnya.
Sambut kepulangannya di rumah dengan
senyum dan sapaan hangat. Kecup keningnya agar dia merasakan ketenangan setelah
menahan beban berat di luar sana.
Sambutlah dengan penuh rasa tulus
ikhlas untuk menyayangi suamimu. Selagi dia kembali dalam keadaan dapat membuka
mata lebar-lebar. Dan bukan kembali sembari memejamkan mata tuk
selamanya.
Teruntuk suamiku.
Maafkan aku sayang.
Terlambat sudah kata ini ku ucapkan.
Aku janji pada diriku sendiri
teruntukmu.
Putramu ini akan kubesarkan seperti
caramu.
Putra kita ini akan menjadi sosok
yang sepertimu.
Aku bangga padamu, aku sayang
padamu.
Istrimu
Rina
Silahkan berbagi
tulisan ini kepada saudara, teman, kerabat anda. Saya berharap pengalaman yg
saya miliki dapat menjadi pelajaran bagi kita semua.
------------------------------------Selesai-------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Diharapkan untuk memberi komentar yang sesuai dengan tema postingan dan dilarang untuk menggunakan kata-kata kasar...